Total Pageviews

Wednesday, February 8, 2012

SERI LAPORAN ANALISIS PANGAN

BAB V
PEMBAHASAN KADAR AIR

            Pada praktikum ini dilakukan penentuan kadar air pada beberapa sampel bahan pangan, yaitu sampel A (susu), B (bawang sumenep), C (susu A), D (bawang putih), E (susu), F (bawang batu), G (susu B), dan H (bawang Bombay). Sampel yang digunakan kelompok 7 adalah susu powder merk B. Menutur Winarno (1992), kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam satuan persen. Kadar air juga merupakan karakteristik yang sangat penting dalam bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air menyebabkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusiannya mendapat penanganan yang tepat.Kadar air dalam suatu bahan pangan perlu diketahui terutama untuk menentukan persentase zat-zat gizi secara keseluruhan.
Pemilihan metode pada penetapan kadar air ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: bentuk air yang terdapat (terikat, bebas); sifat bahan pangan yang dianalisis(apakah mudah tehidrolisis atau teroksidasi); jumlah relatif air yang terdapat dalam bahan pangan; kecepatan analisis; ketepatan yang diinginkan; dan ketersediaan peralatan dan biaya yang diperlukan. Penetapan kadar air pada sampel A-H dilakukan dengan dua metode, yaitu dengan metode thermogravimetri (pengeringan dengan oven) dan metode thermovolumetri (destilasi  azeotropik).

·         Metode Thermogravimetri (Oven)
            Sampel yang telah ditimbang, penentuan kadar airnya dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 1050C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Cawan yang digunakan untuk sampel yaitu cawan yang telah di oven selama 30 menit, hal ini bertujuan untuk menguapkan air yang berada didalam maupun diluar dinding cawan sehingga didapat berat cawan yang bebas air.  Selain itu juga bertujuan untuk menyesuaikan suhu pada cawan dengan suhu pada oven,  mengingat hal ini sangat menetukan dalam perhitungan kadar air sampel. Penggunaan  suhu 105oC, karena pada suhu ini semua air telah menguap yaitu 5o di atas titik didih air. Selain itu, pada suhu ini belum terjadi perubahan-perubahn sifat pada bahan seperti terjadinya karamelisasi pada gula, oksidasi pada lemak, oksidasi pada protein, dsb. Analisis gravimetri ini merupakan analisis kuantitatif.
            Sebelum dilakukan penimbangan, sampel yang telah dikeringkan dalam oven didinginkan dalam desikator yang berisi silika gel selama 15 menit. Cawan yang telah dikeringkan bersifat higroskopis atau mudah menyerap uap air. Jika disimpan ditempat terbuka, maka zat itu akan cepat menyerap kelembaban.
Setelah pengovenan selesai, sampel dimasukkan kedalam deksikator. Hal ini bertujuan untuk mendinginkan bahan dan cawan yang baru saja di oven agar tidak menyerap air dari udara bebas. Desikator digunakan untuk menyetimbangkan objek dengan udara yang dikendalikan sehingga galat yang disebabkan oleh penimbanan air bersama-sama objek itu dapat dihindarkan. Setelah cawan dingin, lalu ditimbang menggunakan neraca analit sampai diperoleh berat konstan. Berat sampel setelah konstan, dapat diartikan bahwa air yang terdapat dalam sampel telah menguap dan yang tersisa hanya padatan dan air yang benar-benar terikat kuat dalam sampel, setelah itu dapat dilakukan perhitungan untuk mengetahui persen kadar air dalam bahan. Krustang yang akan dipakai untuk menimbang cawan harus dalam keadaan di atas atau terlentang, karena dikhawatirkan terkontaminasi oleh zat lain atau lemak, sehingga mempengaruhi hasil penimbangan jika zat itu menempel pada cawan (Basset, 1994). Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Silika gel dalam desikator berfungsi sebagai penyerap uap air.
Dari hasil pengamatan yang diperoleh, berat sampel setelah dikeringkan mengalami penurunan yaitu dari 5,8800 menjadi 5,8190. Hal ini membuktikan bahwa setelah dilakukan pemanasan berkali-kali diperoleh penurunan berat yang menandakan kandungan air pada sampel telah menguap. Kadar air pada sampel H (bawang Bombay) memiliki kadar air yang tertinggi yaitu 88,54. Berikut ini urutan kadar air dari yang tertinggi sampai terendah: H; F; B; D (berbagai jenis bawang); G; C; A; E (berbagai jenis susu powder). Kadar air yang diperoleh kelompok 7 pada sampel susu powder B, yaitu 5,99%. Sedangkan dalam literatur kadar air pada tepung susu yaitu 3,5% (Tabel Komposisi Pangan Indonesia, 2008).  Sampel yang digunakan tidak terdapat label komposisi, sehingga perbedaan selisih antara hasil dan literatur dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
 

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu:
1.    Faktor yang berhubungan dengan udara pengering. Yang termasuk golongan ini adalah:
·           Suhu: Makin tinggi suhu udara maka pengeringan akan semakin cepat.
·           Kecepatan aliran udara pengering: semakin cepat udara maka pengeringan akan semakin cepat.
·           Kelembaban udara:  makin lembab udara, proses pengeringan akan semakin lambat.
·           Arah aliran udara: makin kecil sudut arah udara terhadap posisi bahan, maka bahan semakin cepat kering. 

2.      Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan. Yang termasuk golongan ini adalah:
·           Ukuran bahan: makin kecil ukuran benda, pengeringan akan makin cepat.
·           Kadar air: makin sedikit air yang dikandung, pengeringan akan makin cepat.

            Metode oven merupakan metode yang relatif mudah dan murah, akan tetapi memiliki berbagai kelemahan. Diantaranya ialah:
v   Bahan lain selain air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap. Misalnya alkohol, asam asetat, minyak aksim, dll.
v   Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain. Contoh: gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi, dsb.
v   Bahan yang mengandung bahan yang mengikat air secara kuat sekali melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.
                                                                           (Sudarmadji, 1996).
·         Metode Thermovolumetri (Destilasi Azeotropik)
Sampel yang digunakan pada percobaan ini, yaitu berbagai jenis bawang dan susu yang sama seperti sampel pada penentuan kadar air dengan metode thermogravimetri. Metode yang digunakan untuk penentuan kadar air ini dilakukan dengan destilasi azeotropik. Destilasi adalah suatu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar air suatu bahan pangan yang mudah

 

menguap, memiliki kandungan air tinggi, dan bahan yang mudah teroksidasi. Metode ini digunakan agar pengeringan yang dilakukan tidak menghilangkan kadar air seluruhnya.
Destilasi dilakukan melalui tiga tahap, yakni evaporasi yaitu memindahkan pelarut sebagai uap air dari cairan; pemisahan uap cairan didalam klom, untuk memisahkan komponen dengan titik didih lebih rendahyang lebih volatil dari komponen lain yang kurang volatil; dan kondensasi dariuap cairan untuk mendapatkan fraksi pelarut yang lebih volatil.
Pada metode destilasi azeotropik ini, harus menggunakan pelarut immicible (tidak dapat saling bercampur) dengan air yaitu toluen yang mempunyai massa jenis lebih ringan daripada air dan mempunyai titik didih lebih besar daripada air (Sudarmadji, 2010). Air yang masuk ke dalam kondensor harus mengalir. Pada metode ini, sampel dan pelarut dimasukkan dalam labu sampai sampel terendam kemudian dipanaskan sehingga terjadi penguapan. Selama pendidihan, pelarut dan air teruapkan bersama-sama dan akan mengkondensasi, sehingga uap yang terbentuk akan naik dan masuk ke kondensor yang mengkondensasi uap sehingga akan mencair kembali dan ditampung untuk mengukur kadar airnya. Alat yang digunakan sebagai penampung air ini yaitu tabung Bidwell sterling. Karena berat jenis air lebih berat, maka air akan jatuh ke dasar tabung, sementara pelarut secara kontinyu mengalir kembali ke labu destilasi. Bila semua air telah terdestilasi, volume air dibaca pada tabung pengumpul sebagai kadar air yang terkandung pada sampel bahan pangan.
 Dari hasil pengamatan yang diperoleh, sampel bawang F; B: D; H memiliki kadar air yang lebih besar daripada susu powder pada sampel G; C; A. Hal ini membuktikan bahwa susu memiliki kandungan gizi yang lebih banyak dibandingkan bawang, sedangkan sampel G merupakan susu yang memiliki kadar air tertinggi dibandingkan yang lainnya yaitu 12%. Karena sempat terjadi kebocoran pada alat, sehingga menyebabkan air yang terukur pada Bidwel-sterling besar.






 

BAB VI
KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:

% Kadar Air Metode Thermogravimetri:
·         Sampel A =   2,05
·         Sampel B = 76,90
·         Sampel C = 4,31
·         Sampel D = 73,95
·         Sampel E = 2,00
·         Sampel F = 84,015
·         Sampel G  = 5,99
·         Sampel H = 88,54
% Kadar Air Metode Thermovolumetri:
·         Sampel A =   2,95
·         Sampel B = 71,05
·         Sampel C =   1,00
·         Sampel D = 63,75
·         Sampel E = 10,20
·         Sampel F =  77,83
·         Sampel G =  12,00
·         Sampel H =  8,93

·         Kadar air pada sampel G atau susu powder B, yaitu 5,99% dengan metode oven.
·         Sampel G merupakan susu yang memiliki kadar air tertinggi dibandingkan yang lainnya yaitu 12% (Metode destilasi azeotropik)
·         Kadar air pada sampel H (bawang Bombay) memiliki kadar air yang tertinggi yaitu 88,54.










 

BAB VII
DAFTAR PUSTAKA


Basset, J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif anorganik. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Jakarta.
Mahmud, Mien K. 2008. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. PT Elex Media Komputindo.
Sudarmadji, Slamet dan Bambang, Suhardi. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.













No comments:

Post a Comment