Total Pageviews

Thursday, February 16, 2012

SEMINAR NASIONAL KIMIA 2012



SEMINAR NASIONAL untuk semua jurusan...
ada 3 judul yang akan disampaikan
Tema dari seminar ini lebih ke bidang pangan... ilmu pangan,kehalalan bahan pangan, sistem mutu
1. Bagaimana cara mendapat sertifikat halal?
2. Bagaimna menjadikan Indonesia menjadi pusat halal di Dunia??
3. Bagaimana Tahapan cara mendapat seritifikat halal?

Keamanan bahan pangan yang mengangkat issue Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang lagi in, yaitu formalin, boraks, pewarna.... berbahaya kah menurut anda???
1. Bagaimana Solusi untuk menggantikan BTM tersebut dengan bahan-bahan alami yang terdapat di Indonesia (Potensi Pertanian )??
2. Bagaimana cara mengetahui batas, kadar, dampak dan cara analisisnya??
truss yang penting ...ada materi yang gak kalah pentingnya tentang SISTEM MUTU yang tidak kita dapatkan di perkuliahan...

Temukan jawabannya di SEMNAS KIMIA 2012

so.. kapan lagii..
yuuuk.. daftar secepatnya...
Insya Allah Ilmu yang akan didapatkan sangat bermanfaat ^^
untuk Indonesia kita maju 

Wednesday, February 8, 2012

LAPORAN PRAKTIKUM PENENTUAN KADAR ALKOHOL DALAM MINUMAN

BAB V
PEMBAHASAN

            Pada percobaan ini, bertujuan untuk menentukan kadar alkohol dalam bahan pangan dengan metode spektrofotometer. Analisis ini terjadi berdasarkan reaksi oksidasi dikromat oleh alkohol dalam suasana asam. Sampel yang digunakan pada percobaan ini yaitu minuman dengan berbagai merk dan air tape. Hasil analisa yang diperoleh dibandingkan dengan kadar yang tertera dalam kemasan. Sampel yang digunakan kelompok 7 yaitu sampel G.
Dalam ilmu kimia yang dimaksud alkohol adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus hidroksil (-OH) sebagai gugus fungsionalnya. Alkohol adalah istilah yang umum dipakai oleh masyarakat,  sedangkan istilah kimia dari alkohol adalah etil alkohol (etanol) dengan rumus C2H5OH. Alkohol murni adalah alkohol yang hanya mengandung etil alkohol dan sedikit air serta bebas dari bahan-bahan lain yang berbahaya bagi manusia. Alkohol ini biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras, pelarut minyak, pelarut obat-obatan serta untuk keperluan industri lainnya. Alkohol teknis adalah alkohol yang selain mengandung etil alkohol dan juga masih mengandung bahan ikutan lain yang membahayakan manusia antara lain metal alkohol, aldehid, ester dan lain-lain  (Day, R.A, 1992).
Alkohol merupakan cairan yang tidak berwarna, jernih, mudah menguap, mudah terbakar dengan nyala biru yang tidak berasap, dan rasa panas membakar. Bahan ini dapat memabukkan jika diminum.  Untuk menghitung kadar alkohol yang terdapat dalam sampel dapat digunakan kurva kalibrasi yang diperoleh dari sejumlah larutan standar yang komposisinya sama dengan analit dengan konsentrasi yang telah diketahui (dalam penelitian ini menggunakan larutan standar alkohol) sehingga didapatkan regresi.
Minuman keras atau sering disebut dengan minuman beralkohol  diproduksi dari setiap bahan yang mengandung karbohidrat (pati) seperti biji-bijian, umbi-umbian, atau pun tanaman palma (seperti legen, kurma). Adapun alkohol yang sering disebut sebagai konsentrasi dari minuman keras ini sebenarnya adalah senyawa etanol, yaitu suatu jenis alkohol yang paling popular digunakan dalam industri. Reaksi pati berubah menjadi alkohol:
Sebanyak 0,5 sampel cair berwarna coklat, diencerkan dengan aquades 15 mL. Kemudian sampel ditambahkan K2CrO4 sebanyak 12,5 mL. Terjadi perubahan warna menjadi jingga saat ditambahkan kalium dikromat. Penambahan  kalium dikromat bertujuan untuk mengoksidasi alkohol menjadi aldehida, kemudian aldehida akan teroksidasi menjadi asam karboksilat. Reaksi keseluruhan oksidasi alkohol oleh K2CrO4 dalam suasana asam yaitu:
Oksidasi alkohol dengan menggunakan kalium dikromat terjadi dalam suasana asam. Kalium dikromat dalam suasana asam mengalami reduksi menjadi Cr3+.
Cr2O72- merupakan oksidator yang cukup kuat, potensial standar dari reaksi adalah +1,33 V (Harjadi, 1993). Keuntungannnya mudah diperoleh dan murah, larutannya stabil dan dapat diperoleh dalam bentuk yang cukup murni (Day R.A, 1992).  Campuran sampel kemudian dipanaskan, hal ini bertujuan agar reaksi berlangsung cepat. Setelah pemanasan, sampel berwarna hijau kehitaman. Setelah didinginkan, campuran yang telah diencerkan di kocok dengan alat vortex, agar campuran yang terdapat dalam tabung reaksi homogen.
            Dari hasil percobaan untuk penentuan kurva standar, digunakan alkohol dengan berbagai konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8%, 10%, dan 12%. Masing-masing larutan standar diukur absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm oleh spektrofotometer, dari hasil kurva standar diperoleh regresi y= 0,0382x – 0,0209.  Penggunaan panjang gelombang 600 nm, karena merupakan panjang gelombang maksimal sehingga pengukuran alkohol lebih optimal dan efektif pada panjang gelombang yang spesifik. Absorbansi pada sampel kelompok tujuh yaitu 0,157 วบ. Dari hasil perhitungan, diperoleh kadar alkohol sebesar 4,66%, sedangkan pada kemasan sampel yang tertera yaitu ± 4,9%. Hasil percobbaan hampir mendekati kadar yang tertera dalam label.

















BAB VI
KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil yaitu:
·        Oksidasi alkohol dengan menggunakan kalium dikromat terjadi dalam suasana asam.
·        Cr2O72- merupakan oksidator yang cukup kuat.
·        Kadar alkohol pada sampel 7 yaitu sebesar 4,66%.


BAB VII
DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A., et.all, 1985, Ilmu Pangan, Jakarta: UI-Press, hal 31, 92, 93, dan 96.
Day RA. Jr dan Al Underwood. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam.
Jakarta : Erlangga
.
http://www.chem-is-try/org/Oksidasi Alkohol/ . Diakses pada tanggal 28 Januari 2012.
Khopkar, S, M., 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta: UI-Press.

Analisis Kadar Lemak Pada Bahan Pangan dengan Metode Ekstraksi Soxhlet.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul Percobaan             : Analisis Kadar Lemak Pada Bahan Pangan dengan Metode Ekstraksi Soxhlet.

1.2 Tujuan Percobaan          : Mengetahui kadar lemak pada sampel bahan pangan melalui metode ekstraksi langsung dengan alat soxhlet.

1.3 Prinsip Percobaan           : Lemak bebas diekstraksi dengan pelarut non polar. Metode soxhlet yaitu lemak yang terekstrasi dalam pelarut akan terakumulasi dalam wadah pelarut (labu Soxhlet), kemudian dipisahkan dari pelarutnya dengan cara dipanaskan dengan oven 105. Pelarut akan menguap sedangkan lemak tidak karena titik didih lemak lebih tinggi dari 105, sehingga menguap dan tinggal dalam wadah. Lemak hasil ekstraksi kemudian ditimbang beratnya lalu dihitung sehingga diperoleh kadar lemak dalam sampel.
1.4 Teori Percobaan              :
  • Lemak
Lipid (dari kata yunani Lipos. Lemak) merupakan penyusun tumbuhan atau hewan yang dicerikan oleh sifat kelarutannya. Terutama lipid tidak bisa larut dalam air, tetapi larut dalam larutan non polar seperti eter (Hart, 2003).
Lemak merupakan sekelompok besar molekul-molekul alam yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen meliputi asam lemak, malam, sterol, vitamin-vitamin yang larut di dalam lemak (contohnya A, D, E, dan K), monogliserida, digliserida, fosfolipid, glikolipid, terpenoid (termasuk di dalamnya getah dan steroid) dan lain-lain. Lemak secara khusus menjadi sebutan bagi minyak hewani pada suhu ruang, lepas dari wujudnya yang padat maupun cair, yang terdapat pada jaringan tubuh yang disebut adiposa (Poedjiadi, 1994).
Minyak/lemak merupakan lipida yang banyak terdapat di alam. Minyak
merupakan senyawa turunan ester dari gliserol dan asam lemak. Dalam berbagai makanan, komponen lemak memegang peranan penting yang menentukan karakteristik fisik keseluruhan, seperti aroma, tekstur, rasa dan penampilan.
Struktur umum lemak adalah :
            R1,R2, R3 adalah gugus alkil mungkin saja sama atau juga beda. Gugus
alkil tersebut dibedakan sebagai gugus alkil jenuh (tidak terdapat ikanatan rangkap) dan tidak jenuh (terdapat ikan rangkap).
Lemak adalah makanan sumber energi yang paling efisien. Setiap gram lemak menyediakan 9 kalori energi, sedangkan karbohidrat dan protein memberi 4 kalori.
Kadar lemak total dalam makanan perlu ditentukan karena:
• Faktor ekonomi
• Aspek legal (mematuhi standar/aturan pelabelan nutrisi)
• Aspek kesehatan (perkembangan makanan rendah lemak)
• Aspek kualitas (sifat makanan tergantung kadar lemak total)
• Faktor proses (kondisi proses tergantung kadar lemak total)


  • Ekstraksi Soxhlet     
Dalam analisis lemak, sulit untuk melakukan ekstraksi lemak secara murni. Hal itu disebabkan pada waktu ekstraksi lemak dengan pelarut lemak, seperti phospholipid, sterol, asam lemak bebas, pigmen karotenoid, dan klorofil. Oleh karena itu, hasil analisis lemak ditetapkan sebagai lemak kasar. Terdapat dua metode dalam penentukan kadar lemak suatu sampel, yaitu metode ekstraksi kering (menggunakan soxhlet) dan metode ekstraksi basah. Selain itu, metode yang digunakan dalam analisis kadar lemak dapat menggunakan metode weibull. Prinsip kerja dari metode weubull adalah ekstraksi lemak dengan pelarut nonpolar setelah sampel dihidrolisis dalam suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat (Harper et.al, 1979).
Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Soxhlet terdiri dari pengaduk atau granul antibumping, still pot (wadah penyuling, bypass sidearm, thimble selulosa, extraction liquid, syphon arm inlet, syphon arm outlet, expansion adapter, condenser (pendingin), cooling water in, dan cooling water out (Darmasih, 1997).
Ekstraksi dengan Soxhlet memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggi karena pada cara ini digunakan pemanasan yang diduga memperbaiki kelarutan ekstrak. Dibandingkan dengan cara maserasi, ekstraksi dengan Soxhlet memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggi. Makin polar pelarut, bahan terekstrak yang dihasilkan tidak berbeda untuk kedua macam cara ekstraksi (Whitaker 1915).
















BAB II
ALAT DAN BAHAN

Alat
Bahan
  • Kertas saring
  • Labu Lemak
  • Alat Soxhlet
  • Oven
  • Neraca analitik
  • Desikator
  • krustang
  • Sampel
  • Hexane


BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

  1. Labu lemak di oven dan ditimbang.
  2. Sampel sebanyak 5 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring.
  3. Selongsong dimasukkan ke dalam alat soxhlet ± 2 jam dan labu lemak yang telah diketahui bobotnya di pasang pada alat soxhlet.
  4. 50 mL hexane dimasukkan ke dalam alat soxhlet.
  5. Sampel di ekstrak dengan pelarut hexana.
  6. Labu lemak dikeringkan dalam oven 1050C selama 30 menit, hingga aroma hexana tidak tercium.
  7. Labu didinginkan dalam desikator selama 15 menit.
  8. Labu lemak ditimbang.


BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

  • Hasil Pengamatan
% Lemak yang terkandung pada beberapa sampel
Kelompok
Sampel
% Lemak
Jumlah sirkulasi

I = 11.25 – 11.44
II = 12.25
III = 13.05
 1
A
29,17
2
B
22,25
3
C
3,13
4
D
16,29
5
E
3,09
6
F
7,688
7
G
20,871
8
H
9,47


  • Perhitungan
W sampel                    =    5,0003 g
W labu kosong            = 104,9786 g
W labu + sampel         = 106,0222 g

% Lemak =
.
 

BAB V
PEMBAHASAN

Pada percobaan penentuan kadar lemak dalam suatu bahan pangan ini, digunakan metode ekstraksi langsung dengan alat soxhlet (soxhletasi). Sampel yang digunakan pada percobaan ini terdiri dari sampel A; B; C; D; E; F; G; dan H. Sampel pada kelompok 7 yaitu kue kuping gajah yang termasuk ke dalam kategori kue kering. Lemak yang di analisis merupakan lemak kasar. Lemak kasar adalah campuran beberapa senyawa yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut lemak (ether, petroleum benzene, karbon tetra khlorida dsb). Pelarut yang digunakan harus bebas dari air agar bahan-bahan yang larut dalam air tidak terekstrak dan terhitung sebagai lemak dan keaktifan pelarut tersebut menjadi berkurang.
Pada praktikum ini dilakukan penetapan kadar lemak pada berbagai jenis sampel yang ada di pasaran dengan menggunakan metode soxhlet (metode ekstraksi kering). Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Soxhlet terdiri dari pengaduk atau granul anti bumping, still pot (wadah penyuling, bypass sidearm, thimble selulosa, extraction liquid, syphon arm inlet, syphon arm outlet, expansion adapter, condenser (pendingin), cooling water in, dan cooling water out (Darmasih, 1997).

Mekanisme Soxhletasi
Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang 5 gram dan kemudian dibungkus atau ditempatkan dalam thimble (selongsong tempat sampel). Pelarut yang digunakan adalah hexane dengan titik didih 60-80°C. Hexana digunakan karena lemak larut dalam pelarut organik.
Thimble (selongsong) yang sudah terisi sampel dimasukan ke dalam soxhlet. Soxhlet disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta kondensor. Alat pendingin disambungkan dengan soxhlet. Air untuk pendingin dijalankan dan alat ekstraksi lemak mulai dipanaskan (Darmasih, 1997).

Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati soxhlet menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar condenser mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes ke thimble.
Prinsip ini merupakan prinsip kondensasi. Pelarut melarutkan lemak dalam thimble, larutan sari ini terkumpul dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi, sari akan dialirkan lewat sifon menuju labu. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Proses ekstraksi lemak kasar dilakukan selama 2 jam. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses penyulingan dan dikeringkan (Darmasih, 1997).
            Labu lemak yang akan digunakan, sebelumnya harus di oven terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kadar air atau lemak yang menempel pada labu. Setelah di oven, labu lemak disimpan didalam desikator yang berisi silika gel. Silika gel berfungsi sebagai penyerap air dan menyeimbangkan suhu labu lemak agar dingin ketika penimbangan.
            Setelah proses soxhletasi selesai, maka labu lemak harus dikeringkan didalam oven 1050C selama 30 menit hingga aroma hexana tidak tercium. Pada sampel kuping gajah, lemak yang terbentuk adalah lemak cair dan memiliki aroma khas lemak.
Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa kadar lemak kue kuping gajah adalah 20,871 %. Hal ini dapat disebabkan dari bahan dan proses pembuatan kue kuping gajah yang digoreng, sehingga kadar lemak yang diperoleh besar.
Kadar lemak yang diperoleh dengan yang berdasarkan Nutrition Fact sangat jauh lebih rendah yaitu sekitar 6,9% (TKPI, 2008) . Hal ini kemungkinan karena proses ekstraksi yang kurang maksimal, banyaknya sirkulasi 3 kali. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut, dan tipe pelarut.



BAB VI
KESIMPULAN

Dari percobaan yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:
  • Lemak bebas diekstraksi dengan pelarut non polar, melalui metode ekstraksi langsung dengan alat soxhlet (soxhletasi)
  • Kadar lemak pada sampel kue kuping gajah adalah 20,871 %.
  • Sampel A (Roti kering) memiliki kadar lemak yang tertinggi dibandingkan sampel yang lain, yaitu 29,17%.



BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Darmasih. 1997. Prinsip Soxhlet. peternakan.litbang.deptan.go.id/user/ptek97-24.pdf. (diakses pada tanggal 28 Januari 2012).

Harper, V. W Rodwell, P. A Mayes. 1979. Biokimia. Penerbit EGC: Jakarta.

Mahmud, Mien K. 2008. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. PT Elex Media Komputindo.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 2010. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Whitaker, M.C. 1915. The Journal of  Industrial and Engineering Chemistry. Easton: Eschenbach Printing Company

LAPORAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Judul Percobaan                        :  Uji Bahan Tambahan Makanan; Zat         Warna Sintetis, Boraks, dan Formalin.

1.2   Tujuan Percobaan         :
·         Menganalisis zat warna sintesis pada bahan pangan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis.
·         Mrnganalisis keberadaan boraks pada bahan pangan dengan metode uji nyala.
·         Menganalisis keberadaan formalin pada bahan pangan dengan penambahan kalium permanganat KMNO4.

1.3  Prinsip Percobaan           :
·         Kromatografi kertas dapat mengelusi pewarna alami, sedangkan pewarna sintetis tetap berada pada garis pembatas (tetap).
·         Boraks adalah padatan kristalin yang dilarutkan dalam air membentuk asam borat. Borat dalam asam sulfat pekat dan metanol akan membentuk metal borat B(OCH3)3, yang jika terbakar akan menghasilkan nyala api berwarna hijau.
·         Kalium permanganat dapat mengoksidasi formaldehid dalam formalin, ditandai dengan hilangnya warna ungu muda menjadi tidak berwarna.

1.4  Teori Percobaan              :
·         Formalin
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37 % formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan metanol hingga 10 - 15 % sebagai pengawet. Formalin dikenal luas sebagai bahan pembunuh hama (disinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Metanol tesebut sangat toksik dan dapat menyebabkan kematian pada orang bila tertelan sedikitnya 30 mL (Lehninger, 1982 : 314).
Formalin digunakan untuk :
·         Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal, gudang, dan pakaian.
·         Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain.
·         Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
·         Pencegah korosi untuk sumur minyak.
·         Dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampo mobil, lilin dan pembersih karpet.
Formaldehid yang lebih dikenal dengan nama formalin ini adalah salah satu zat tambahan makanan yang dilarang. Meskipun sebagian banyak orang sudah mengetahui terutama produsen bahwa zat ini berbahaya jika digunakan sebagai pengawet, namun penggunaannya bukannya menurun namun malah semakin meningkat dengan alasan harganya yang relatif murah dibanding pengawet yang tidak dilarang dan dengan kelebihan.
Formalin sebenarnya bukan merupakan bahan tambahan makanan, bahkan
merupakan zat yang tidak boleh ditambahkan pada makanan. Memang orang yang
mengkonsumsi bahan pangan (makanan) seperti tahu, mie, bakso, ayam, ikan dan
bahkan permen, yang berformalin dalam beberapa kali saja belum merasakan akibatnya. Tapi efek dari bahan pangan (makanan) berformalin baru bisa terasa beberapa tahun kemudian. Formalin dapat bereaksi cepat dengan lapisan lendir saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Di dalam tubuh cepat teroksidasi membentuk asam format terutama di hati dan sel darah merah. Pemakaian pada makanan dapat mengakibatkan keracunan pada tubuh manusia, yaitu rasa sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, timbulnya depresi susunan syaraf atau kegagalan peredaran darah (Effendi, 2009).

Uji kualitatif untuk mengidentifikasi formalin pada suatu bahan pangan dilakukan dengan menambahkan kalium permanganat. Kaluim permanganat berfungsi untuk mengoksidasi formaldehid dalam formalin, ditandai dengan hilangnya warna ungu muda menjadi tak berwarna.


Saat formalin dipakai mengawetkan makanan, gugus aldehid spontan bereaksi dengan protein-protein dalam makanan. Jika semua formaldehid habis bereaksi, sifat racun formalin hilang. Protein makanan yang telah bereaksi dengan formalin tidak beracun dan tidak perlu ditakuti. Namun, nilai gizi makanan itu menjadi rendah, karena proteinnya berubah. Protein-protein dalam tahu berformalin, misalnya, menjadi sukar dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan (tripsin). Modifikasi struktur rantai samping residu lisin dan arginin akibat reaksi dengan formaldehid membuat pusat aktif tripsin tidak mampu mengenali sisi spesifik pemutusan ikatan peptida pada protein tahu. Ini yang membuat tahu berformalin jauh lebih sedikit dicerna ketimbang tahu bebas formalin. Makanan berformalin akan beracun hanya jika di dalamnya mengandung sisa formaldehid bebas. Sisa formaldehid bebas (yang tidak bereaksi) hampir selalu ada dan sulit dikendalikan. Itulah sebabnya, formalin untuk pengawet makanan tidak dianjurkan karena sangat berisiko. Cara sederhana untuk menghilangkan sisa formaldehid bebas dalam formalin adalah penguapan sampai kering (di atas 100 oC). Tidak menggunakan formalin untuk bahan pengawet makanan adalah langkah terbaik. Sifat racun formalin cocok untuk antiseptik toilet, disinfektan, senyawa pembalsem, dan pensteril tanah (Nurachman, 2006 : 10).
Uap formalin sangat iritatif, dapat menyebabkan rasa yang menyengat dan rasa menusuk dalam hidung, dan dapat menyebabkan keluarnya air mata. Formalin cepat sekali diabsorbsi dari saluran pencernaan, dan juga oleh paru-paru. Formalin yang masuk melalui saluran pernafasan menyebabkan bronkitis, pneumonitis, kerusakan ginjal, dan penekanan susunan saraf pusat (Groliman, 1962). Sedangkan efek formalin jika tertelan menyebabkan gangguan pencernaan, asidosis yang kuat karena formalin dalam tubuh mengalami metabolism menjadi asam formiat, karbondioksida, metanol, dan dalam bentuk metabolit HO-CH2-alkilasi (Theines dan Halley, 1955). Formalin juga dapat menyebabkan sakit perut, mual, muntah, diare, bahkan kematian jika dikonsumsi pada jumlah yang melewati ambang batas aman (Gazette, 2003).


BAB II
ALAT DAN BAHAN
Alat
Bahan
·         Pipet kapiler 5 mL
·         Ball pipet
·         Labu ukur
·         Kertas saring
·         Chamber
·         Cawan
·         Alat tanur
·         Korek api
·         Pisau
·         Tabung reaksi
·         Pipet tetes
·         Aquades
·         Sampel untuk zat warna
·         Sampel untuk boraks dan formalin
·         H2SO4 pekat
·         Metanol
·         KMnO4 0,2 %


















BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Kel
Sampel
Hasil
·      Warna sampel = kuning orange
·      Warna sampel pada plat = kuning
·      Warna sampel setelah terelusi = kuning pudar
·      Pewarna dalam kemasan =
Tartrazine Cl 19140
Kuning FCF 15989
1
A
++-
2
B
+++
3
C
++
4
D
-
5
E
+++
6
F
+++
7
G
++-
8
H
+++
·         Uji Zat Warna Sintetis

·         Uji Boraks
Kel
Sampel
Hasil
·         Sampel = udang
·         Berat udang = 3,0162 g
·         Warna api yang terbentuk pada saat pembakaran sampel = merah

Merah boraks (negatif)
Hijau = boraks (positif)
1
A
+
2
B
+
3
C
-
4
D
-
5
E
-
6
F
-
7
G
-
8
H
-

Kel
Sampel
Hasil
·         Sampel = udang
·         Berat udang = 5,0401 g
·         Larutan keruh (filtrat) + 5 tetes KMNO4 0,2 % = merah muda menghilang (Positif)
1
A
+
2
B
+
3
C
+
4
D
+
5
E
+
6
F
+
7
G
+
8
H
+
·         Uji Formalin
Ket:     (+) = positif mengandung pewarna sintetis/ boraks/ formalin
            (-)  = negatif mengandung pewarna sintetis/ boraks/formalin.

BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan uji bahan tambahan pangan ini merupakan analisa kualitatif utuk membuktikan adanya formalin, boraks, dan pewarna alami pada sampel yang di uji. Menurut Peraturan Pemerintah Kesehatan RI. No 329/Menkes/PER/XII/76, yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan atau dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu.
Zat additive pada produk makanan dan minuman berfungsi sebagai bahan yang dapat memperpanjang masa simpan produk serta untuk memperoleh mutu sensoris (citarasa,warna,dan tekstur). Zat aditif juga ditambahkan ke dalam makanan atau pun minuman yang bertujuan memberikan rasa, warna yang menarik, dan supaya makanan atau pun minuman tersebut dapat bertahan lama. Zat aditif ini sama sekali tidak mengandung nilai gizi kepada yang mengkonsumsinya. Dalam jumlah yang tidak terlalu berlebihan zat aditif ini tidak berbahaya, akan tetapi jikalau telah melebihi dari standar yang normal maka sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Misalnya dalam jangka panjang akan menyebabkan kanker, gangguan fungsi ginjal, hati, menurunnya fungsi otak yang berakibat makin melemahnya daya ingat seseorang, dan efek-efek negatif lain yang dapat mengganggu kesehatan.
UJI BORAKS
Pada praktikum uji boraks ini dilakukan analisa kualitatif untuk mengidentifikasi adanya boraks pada sampel bahan makanan melalui uji nyala. Boraks adalah senyawa kimia yang mempunyai sifat dapat mengembangkan, memberi efek kenyal, serta membunuh mikroba.  
Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam makanan tersebut terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang digunakan dibakar uapnya, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna nyala boraks asli. Boraks murni bila dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel yang dibakar menghasilkan warna nyala hijau maka sampel dinyatakan positif mengandung boraks.

Sampel yang digunakan pada uji boraks dan formalin ini yaitu, sampel A (baso); B (mie basah); C (cumi); D (bandeng); E (lontong); F (babat); G (udang); dan H (bubur ayam). Sampel pada kelompok 7 yaitu udang.
Boraks merupakan garam Natrium Na2B4O7.10H2O yang banyak digunakan dalam berbagai industri non pangan khususnya industri kertas, gelas, bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik, pengontrol kecoak dan keramik. Menurut Winarno dan Rahayu (1994), pemakaian boraks pada makanan dapat menimbulkan efek racun pada tubuh manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi.
Pada percobaan ini, sebanyak 3 g sampel (udang) dalam cawan diabukan dalam tanur listrik pada suhu 5500C selama 2 jam. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pembakaran pada sampel. Untuk mengetahui adanya boraks dalam sampel, ditambahkan 8 tetes H2SO4 dan 1 mL metanol. Hasil reaksi antara borat, asam sulfat pekat, dan metanol menghasilkan metal borat B(OCH3)3 yang jika terbakar akan menghasilkan nyala api berwarna hijau. Warna hijau ini mengiidikasikan adanya boraks dalam sampel. Pada saat pembakaran sampel udang, warna yang terbentuk merah. Hal ini membuktikan bahwa udang yang dianalisis tidak mengandung boraks(negatif).
Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah, mencret, dan kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10 - 20 gram atau lebih. Pengaruh terhadap kesehatan:
a.       Tanda dan gejala akut :
Muntah, diare, merah dilendir, konvulsi dan depresi SSP (Susunan Syaraf Pusat)
b.      Tanda dan gejala kronis
- Nafsu makan menurun

- Gangguan pencernaan
- Gangguan SSP : bingung dan bodoh
- Anemia, rambut rontok dan kanker
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), keberadaan boraks pada makanan tidak ditoleransi (tidak boleh ada dalam kadar berapapun), karena sangat berbahaya bagi kesehatan, oleh sebab itu penggunaan boraks dilarang (tidak ada standar kadar boraks dalam makanan).

UJI FORMALIN
Pada uji formalin ini, sampel yang digunakan yaitu udang. Formaldehid yang lebih dikenal dengan nama formalin ini adalah salah satu zat tambahan makanan yang dilarang.  Menurut Winarno dan Rahayu (1994), pemakaian formalin pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Gejala yang biasa timbul antara lain sukar menelan, sakit perut akut disertai muntah-muntah, mencret berdarah, timbulnya depresi susunan saraf, atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah), dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Injeksi formalin dengan dosis 100 gram dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam.
Formalin sebenarnya bukan merupakan bahan tambahan makanan, bahkan
merupakan zat yang tidak boleh ditambahkan pada makanan. Memang orang yang
mengkonsumsi bahan pangan (makanan) seperti tahu, mie, bakso, ayam, ikan dan
bahkan permen, yang berformalin dalam beberapa kali saja belum merasakan akibatnya. Tapi efek dari bahan pangan (makanan) berformalin baru bisa terasa beberapa tahun kemudian. Formalin dapat bereaksi cepat dengan lapisan lendir saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Di dalam tubuh cepat teroksidasi membentuk asam format terutama di hati dan sel darah merah. Pemakaian pada makanan dapat mengakibatkan keracunan pada tubuh manusia, yaitu rasa sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, timbulnya depresi susunan syaraf atau kegagalan peredaran darah (Effendi, 2009).
Uap formalin sangat iritatif, dapat menyebabkan rasa yang menyengat dan rasa menusuk dalam hidung, dan dapat menyebabkan keluarnya air mata. Formalin cepat sekali diabsorbsi dari saluran pencernaan, dan juga oleh paru-paru. Formalin yang masuk melalui saluran pernafasan menyebabkan bronkitis, pneumonitis, kerusakan ginjal, dan penekanan susunan saraf pusat (Groliman, 1962). Sedangkan efek formalin jika tertelan menyebabkan gangguan pencernaan, asidosis yang kuat karena formalin dalam tubuh mengalami metabolism menjadi asam formiat, karbondioksida, metanol, dan dalam bentuk metabolit HO-CH2-alkilasi (Theines dan Halley, 1955). Formalin juga dapat menyebabkan sakit perut, mual, muntah, diare, bahkan kematian jika dikonsumsi pada jumlah yang melewati ambang batas aman (Gazette, 2003).

Formalin dan metahnyl yellow merupakan bahan tambahan pangan (BTP)
yang dilarang penggunaannya dalam makanan menurut peraturan Menteri Kesehatan (Menkes) Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999.
Sampel sebanyak 5 g diiris-iris dan ditambahkan awuades, untuk mengencerkan dan mempermudah pengamatan. Pada saat sampel disaring dan ditambahkan 5 tetes KMnO4 0,2% larutannya berwarna merah muda, kemudian menghilang. Penambahan Kalium permanganat berfungsi untuk mengoksidasi formaldehid dalam formalin, yang ditandai dengan hilangnya warna ungu muda menjadi tidak berwarna. Hilangnya warna merah muda pada sampel mengindikasikan sampel mengandung formalin (positif).

UJI PEWARNA SINTETIS
Pada praktikum kali ini, metode kromatografi kertas digunakan untuk mengetahui kandungan zat pewarna pada beberapa sampel minuman. Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki penampakan makanan. Penambahan bahan pewarna makanan mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan (Suhanda, 2006). Kromatografi digunakan untuk memisahkan campuran dari substansinya menjadi komponen-komponennya.
Sampel yang berupa liquid ditotolkan pada tanda batas dikertas saring menggunakan pipa kapiler, sampel berwarna kuning kejinggaan. Kemudian kertas saring dimasukkan ke dalam chamber yang berisi aquades. Aquades diisi < 1cm, untuk mencegah terendamnya kertas saring oleh aquades.  Chamber ditutup rapat dengan tujuan agar meyakinkan bahwa astmosfer dalam gelas kimia terjenuhkan denga uap pelarut. Penjenuhan udara dalam gelas kimia dengan uap menghentikan penguapan pelarut sama halnya dengan pergerakan pelarut pada kertas. Karena pelarut bergerak lambat pada kertas, komponen-komponen yang berbeda dari campuran zar warna akan bergerak pada laju yang berbeda dan campuran dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna.
Pada saat terjadinya pergerakan kenaikan noda, disini terjadi proses kompleksitas atau terjandinya interaksi antara air di atmosper chamber dengan solulosa ( penyusun kertas saring ). Interaksi ini lah yang menjadi hal yang sangat penting dalam pengerjaan kromatografi kertas. Sampel yang diuji sedikit terelusi ke atas dan sebagian lagi ada yang tetap bertahan ditanda batas. Hal ini menunjukkan bahwa sampel mengandung campuran pewarna sintetis dan pewarna alami.
Uncertified color atau pewarna sintetik tidak dapat digunakan sembarangan. Di negara maju, pewarna jenis ini harus melalui proses sertifikasi terlebih dahulu sebelum digunakan pada bahan makanan. Di Indonesia peraturan penggunaan zat pewarna sintetik baru dibuat pada tanggal 22 Oktober 1973 melalui SK Menkes RI No. 11332/A/SK/73, sedangkan di Amerika Serikat aturan pemakaian pewarna sintetik sudah dikeluarkan sejak tahun 1906. Peraturan ini dikenal dengan Food and Drug Act (FDA) yang mengijinkan penggunaan tujuh macam zat pewarna sintetik, yaitu orange no.1, erythrosine, ponceau 3R, amaranth, indigotine, napthol-yellow, dan light green. Sejak saat itu banyak pewarna lain yang mendapat izin untuk digunakan pada bahan makanan setelah mengalami berbagai pengujian fisiologis. Pada tahun 1983 FDA disempurnakna menjadi Food, Drug, and Cosmetic Act (FD & C). sejak saat itu zat pewarna sintetik dibagi menjadi tiga kelompok : FD and C color, untuk makanan, obat-obatan, dan komestik; D & C untuk obat-obatan dan komestik (tidak dapat digunakan untuk makanan); dan Ext D & C yang diizinkan untuk dipakai pada obat-obatan dan komestik dalam jumlah yang dibatasi. Pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan RI telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang jenis

pewarna alami dan sintetik yang diijinkan serta yang dilarang digunakan dalam makanan pada tanggal 19 Juni 1979 No. 235/Menkes/Per/VI/79. Kemudian disusul dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tanggal 1 Mei 1985 No. 239/Menkes/Per/V/85, yang berisikan jenis pewarna yang dilarang. Terakhir telah dikeluarkan pula Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/88, yang mengatur batas penggunaan maksimum dari pewarna yang diijinkan untuk makanan (Winarno, 1995).
Pemakaian bahan pewarna pangan sintetis dalam pangan walaupun mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, di antaranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, namun dapat member dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Beberapa hal yang mungkin memberi dampak negatif tersebut terjadi bila :
a. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang
b. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu lama
c. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan sehari-hari dan keadaan fisik
d. Berbagai lapisan masayarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna sintetis secara berlebihan
e. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan (Cahyadi, 2006).
            Dari hasil percobaan uji zat warna, sampel minuman yang dianalisis mengandung pewarna campuran. Didalam kemasan sampel tertera pewarna yang digunakan adalah Tartrazine Cl 19140 dan Kuning FCF 15989. Minuman ini masih aman dikonsumsi jika sesuai ADI (Batas maksimal konsumsi).








BAB VI
KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:
·         Sampel G (Udang) tidak mengandung boraks (negatif)
·         Sampel G (Udang) mengandung formalin (positif)
·         Sampel G (minuman) pada uji pewarna sintetis mengandung pewrna campuran.


BAB VII
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1999. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1168/MENKES/PER/X/ 1999. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Cahyadi, Wisnu, 2006, Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, 58, Bumi Aksara, Jakarta.
Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan. Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Tentang Tanda Khusus Pewarna Makanan. http://www.pom.go.id. Diakses pada tanggal 29 Januari  2012.
Gazette, P. 2003. Thailand Crackdown on Hazardous Food Additives, (online), http://www.thaivisa.com/index.php?514&backPID=10&tt_ news=291. Diakses pada tanggal 28 Januari 2012.
Groliman, A. 1962. Pharmacology and Theyrapetics, Edisi ke-5, Lea & Febiger, Philadelphia.
Theines, C.H., and Haley, T.J. 1955. Clinical Toxicology, Edisi ke-3, 60, 193,310, Lea & Febiger, Philadelphia.
Winarno, F. G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.