Total Pageviews

Wednesday, February 8, 2012

PENENTUAN KADAR VITAMIN C METODE IODIMETRI

BAB V
PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dilakukan analisis vitamin C dengan metode titrasi iodimetri. Sampel yang digunakan pada percobaan ini yaitu minuman dengan berbagai merk, sampel yang digunakan kelompok tujuh yaitu sampel G. Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita yang berfungsi untuk membantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Vitamin C merupakan suplemen yang sangat penting bagi tubuh manusia dimana dianjurkan sebesar 30-60 mg per hari. Kegunaan dari vitamin C yaitu, sebagai senyawa utama tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting mulai dari pembuatan kolagen, pengangkut lemak, sampai dengan pengatur tingkat kolesterol.
            Kebutuhan untuk vitamin C adalah 60 mg/hari, tapi hal ini bervariasi pada setiap individu. Stres fisik seperti luka bakar, infeksi, keracunan logam berat, rokok, penggunaan terus-menerus obat-obatan tertentu (termasuk aspirin, obat tidur) meningkatkan kebutuhan tubuh akan vitamin C. Perokok membutuhkan vitamin C sekitar 100 mg/hari. Buah dan sayuran mengandung banyak vitamin C, akan tetapi banyak persepsi orang yang salah berkaitan dengan sumber vitamin C dalam bentuk alami.
Vitamin C mempunyai rumus C6H8C6 dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tak berwarna, tidak bau dan mencair pada suhu 190-1920C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Sifat yang paling utama dari vitamin C adalah kemampuan mereduksi yang kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalis oleh beberapa logam terutama Cu dan Ag (Patricia, 1983).
Penetapan vitamin C ini dilakukan dengan metode titrasi Iodimetri yaitu titrasi dengan I2 sebagai titernya.
Description: iodimetri-1
Iodimetri merupakan titrasi langsung dan merupakan metoda penentuan atau penetapan kuantitatif yang dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan sampel atau terbentuk dari hasil reaksi antara sampel dengan ion iodide. Iodimetri adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai pentiternya. Dalam reaksi redoks harus selalu ada oksidator dan reduktor , sebab bila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan electron), maka harus ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun (menangkap electron). Jadi, tidak mungkin hanya ada oksidator saja ataupun reduktor saja (Wiryawan dkk, 2008)..Dalam metode analisis ini, sampel dioksidasikan oleh I2, sehingga I2 tereduksi menjadi ion iodida :
A ( Reduktor ) + I2 → A ( Teroksidasi ) + 2 I-

Sampel sebanyak 10 g dalam labu ukur 100 mL, ditambahkan asam oksalat 5% sampai tanda batas. Kemudian larutan dikocok agar homogen dan disaring, filtrat yang dihasilkan dititrasi dengan I2 0,02N. Iodium merupakan oksidator lemah, sehingga hanyaz at-zat yang merupakan reduktor kuat yang dapat dititrasi.I ndikator yang digunakan yaitu amilum sebanyak 2 mL dan akan memberikan warna biru pada titik akhir titrasi. Dengan kontrol pada titik akhir titrasi jika kelebihan 1 tetes titran, perubahan warna yang terjadi pada larutan akan semakin jelas dengan penambahan indikator amilum/kanji (Basset, 1994).
I2 +2e- → 2I-
Iod merupakan zat padat yang sukar larut dalam air (0,00134 mol/L) pada suhu 250C, namun sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iodium membentuk kompleks triiodida dengan iodida :
I2 +I- → I3-
Larutan standar iodium harus disimpan dalam botol gelap untuk mencegah peruraian HIO oleh cahaya matahari:
2HIO →2 H+ + 2 I- +O2 (g)
(Septyaningrum, 2009)
Larutan iodium merupakan larutan yang tidak stabil, sehingga perlu distandarisasi berulang kali. Sebagai Oksidator lemah, iod tidak dapat bereaksi terlalu sempurna, karena itu harus dibuat kondisi yang menggeser kesetimbangan kearah hasil reaksi antara lain dengan mengatur pH atau dengan menambahkan bahan pengkompleks. Untuk pengaturan pH ini, ditambahkan asam oksalat H2C2O4, sehingga sampel dalam suasana asam. Larutan iod distandardisasi dengan larutan Na2S2O3, standarisasi bertujuan utuk mendapatkan konsentrasi iod dengan tepat (Septyaningrum, 2009).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodimetri, antara lain :
·         pembuatan larutan
·         penyimpanan larutan
·         Jumlah indicator, dan
·         ketelitian dalam melakukan titrasi, yaitu dalam menentukan titik akhir dan pembacaan skala pada buret
Penentuan Titik Akhir Titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan amilum sebagai indicator dimana titik akhir titrasi diketahui dengan terjadinya kompleks amilum-I2 yang berwarna biru tua. Hal ini disebabkan karena dalam larutan pati, terdapat unti-unit glukosa membentuk rantai heliks karena adanya ikatan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini menybabkan pati dapat membentuk kompleks dengan molekul iodium yang dapat masuk ke dalam spiralnya., sehingga menyebabkan warna biru tua pada kompleks tersebut. Warna biru akan terlihat bila konsentrasi ios 2 X 10-5M. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2002).  
Reaksi pada penentuan Vitamin C dengan iodimetri:
H2S + I2 S + 2I- + 2H+
SO32- + I2 + H2O → SO42- + 2I- + 2H+
Sn2+ + I2Sn4+ + 2IH2
AsO3 + I2 + H2O -> HAsO42- + 2I- + 3H+
(Underwood, 2002).

Dari hasil percobaan, volume yang dibutuhkan pada titrasi blanko adalah 0,08 mL. Sedangkan volume titer yang dibutuhkan pada sampel G sebanyak 0,10 mL. Titik akhir ditandai

dengan perubahan warna dari kuning menjadi biru. Sehingga kadar vitamin C yang diperoleh pada sampel G adalah 17,54 X 10-6% Vit C.   Kadar Vitamin C yang terbesar terdapat pada sampel F yaitu 149,4 X 10-6%  Vit C.

Vitamin C dapat hilang karena hal-hal seperti:
1. Pemanasan, yang menyebabkan rusak atau berbahayanya struktur.
2. Pencucian sayuran setelah dipotong-potong terlebih dahulu .
3. Adanya alkali atau suasana basa selama pengolahan
4. Membuka tempat berisi vitamin C, sebab oleh udara akan terjadi oksidasi yang tidak reversible (Poedjiadi, 1994).




















BAB VI
KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh:
·         Penentuan kadar  vitamin C dilakukan dengan metode titrasi iodimetri.
·         Iodimetri adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai pentiternya.
·         Kadar Vitamin C pada sampel G yaitu 17,54 X 10-6% Vit C.
·         Kadar Vitamin C yang terbesar terdapat pada sampel F yaitu 149,4 X 10-6% Vit C.




BAB VII
DAFTAR PUSTAKA

Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press.Jakarta.
Basset.J etc. 1994.Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Day RA. Jr dan Al Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam.
Erlangga
. Jakarta.
Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta.
Khopkar, S, M., 2002, Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta: UI-Press.


3 comments: